Tentang Ikhlas
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, Rabb seru sekalian alam, yang
berkuasa membolak-balikkan hati anak Adam bagaimanapun Dia inginkan.
Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi akhir zaman dan pembawa
lentera bimbingan untuk membangkitkan kesadaran hati manusia yang telah
lalai dan lupa akan hakekat kehidupan. Amma ba’du.
Saudara-saudara sekalian, semoga Allah menambahkan kepada kita
bimbingan dan pertolongan… sesungguhnya pada masa-masa seperti sekarang
ini; masa yang penuh dengan ujian dan godaan serta kekacauan yang
meluas di berbagai sudut kehidupan… kita sangat memerlukan hadirnya
hati yang diwarnai dengan keikhlasan. Hati yang selamat, sebagaimana
yang disinggung oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya (yang artinya),
“Pada hari itu -hari kiamat- tidaklah bermanfaat harta dan keturunan
kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. asy-Syu’ara’: 88-89)
Hati yang ikhlas itulah yang selamat
Ibnul Qayyim rahimahullah memaparkan,
“Ia adalah hati yang selamat dari segala syahwat/keinginan nafsu
yang menyelisihi perintah dan larangan Allah serta terbebas dari segala
syubhat yang menyelisihi berita yang dikabarkan-Nya.” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 15)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata,
“Hati yang selamat itu adalah hati yang selamat dari syirik dan
keragu-raguan serta terbebas dari kecintaan kepada keburukan/dosa atau
perilaku terus menerus berkubang dalam kebid’ahan dan dosa-dosa. Karena
hati itu bersih dari apa-apa yang disebutkan tadi, maka konsekunsinya
adalah ia menjadi hati yang diwarnai dengan lawan-lawannya yaitu;
keikhlasan, ilmu, keyakinan, cinta kepada kebaikan serta dihiasinya
-tampak indah- kebaikan itu di dalam hatinya. Sehingga keinginan dan
rasa cintanya akan senantiasa mengikuti kecintaan Allah, dan hawa
nafsunya akan tunduk patuh mengikuti apa yang datang dari Allah.” (Taisir al-Karim ar-Rahman [2/812])
Ibnul Qayyim rahimahullah juga mensifatkan pemilik hati yang selamat itu dengan ucapannya,
“…Ia akan senantiasa berusaha mendahulukan keridhaan-Nya dalam
kondisi apapun serta berupaya untuk selalu menjauhi kemurkaan-Nya
dengan segala macam cara…”.
Kemudian, beliau juga mengatakan, “… amalnya ikhlas karena Allah.
Apabila dia mencintai maka cintanya karena Allah. Apabila dia membenci
maka bencinya juga karena Allah. Apabila memberi maka pemberiannya itu
karena Allah. Apabila tidak memberi juga karena Allah…” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 15)
Ayat-Ayat Yang Memerintahkan Untuk Ikhlas
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab dengan benar,
maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya. Ketahuilah,
sesungguhnya agama yang murni itu merupakan hak Allah.” (QS. az-Zumar: 2-3)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Padahal, mereka tidaklah disuruh melainkan supaya beribadah kepada
Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya dalam menjalankan ajaran yang
lurus, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Demikian itulah agama
yang lurus.” (QS. al-Bayyinah: 5)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Berdoalah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama/amal untuk-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai.” (QS. Ghafir: 14)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dialah Yang Maha Hidup, tiada sesembahan -yang benar- selain Dia, maka sembahlah Dia dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (QS. Ghafir: 65)
Hadits-Hadits Yang Memerintahkan Untuk Ikhlas
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan kecuali yang ikhlas dan dilakukan demi mengharap wajah-Nya.” (HR. Nasa’i dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu’anhu, sanadnya hasan, dihasankan oleh al-Iraqi dalam Takhrij al-Ihya’)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang paling berbahagia dengan syafa’atku kelak pada hari
kiamat adalah orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan ikhlas
dari dalam hati atau dirinya.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/05/ikhlas.html
0 komentar:
Posting Komentar